Senin, 28 September 2020

PERTEMUAAN KE 3 SEMINAR PROPOSAL

     LATAR BELAKANG PERMASALAHAN 

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBANTU ZOOM DAN FALSHCARD TERHADAP KEMAMPUAN BERFIRIR KRITIS SISWA PADA MATERI LARUTAN ASAM DAN BASA

Kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan (sains), yang berisikan fakta didalamnya memiliki konsep, perhitungan, dan juga materi pelajaran yang abstrak, terkadang beberapa guru hanya menggunakan metode konvensional yang dilengkapi dengan sumber belajar berupa buku paket pelajaran dan sumber hardcopy lainnya. Pembelajaran dalam ilmu kimia membutuhkan keterampilan peserta didik baik itu secara psikis maupun fisik, hakekat keterampilan belajar peserta didik meliputi : (1) Transformasi persepsi belajar, (2.Keterampilan manajemen pribadi), (3) Interpersonal dan keterampilan kerjasama tim , (4) Kesempatan Eksplorasi (Thobroni, 2015). Ilmu kimia adalah ilmu yang di temukan dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang merupakan jawaban atas pertanyaan apa,kenapa,dan mengapa serta gejala-gejala alam yang terjadi.

Salah satu materi kimia yang dipelajari disekolah adalah larutan asam basa. Larutan asam basa merupakan materi kimia yang dipelajari di awal semester genap kelas XI menjelaskan tentang konsep asam basa, indikator asam basa, pH larutan sama dan larutan basa dan reaksi asam basa. Materi ini berisikan konsep – konsep dan juga perhitungan untuk menentukan pH asam basa. Peserta didik ketika melakukan praktikum mengenai larutan asam basa, masih belum bisa menjelaskan secara tepat mengenai peristiwa asam basa yang di praktikkannya.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan pada guru kimia di SMA Xaverius 2 Kota Jambi pada bulan november,  pembelajaran kimia monoton menggunakan buku paket dan penjelasan dari guru. Guru mengajar di ruangan kelas dengan menggunakan metode ceramah dan mencatat di papan tulis, jarang menggunakan model pembelajaran sebagai variasi dalam proses belajar mengajar.

Pembelajaran demikian bagi peserta didik menimbulkan kebosanan dan tidak tertarik untuk memperhatikan pelajaran dan juga pengetahuan yang mereka terima hanya sekedar dari buku paket dan apa yang disampaikan oleh guru di depan. Peserta didik juga hanya  mendengarkan penyampaian dari guru. Pada saat melakukan praktikum di laboratorium yang dilakukan oleh peserta didik hanya melakukan instruksi yang disampaikan oleh guru dan mencatat hasil yang diperoleh dari pengamatan, selesai mencatat dikumpulkan kepada guru dan tidak ada tindak lanjut dari praktikum tersebut.

Pelaksanaan kurikulum 2013 dilandasi oleh pendekatan saintifik yang dalam kegiatan pokok pembelajaran terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, mengkomunikasi atau istilah lainnya 5M (Wiyani, 2013). Upaya meningkatkan capaian pembelajaran yang telah ditetapkan, peserta didik perlu ditingkatkan tingkatan berpikirnya. Salah satunya dengan menerapkan konstruktur keterampilan berpikir kritis. Scriven dan Paul (2007) menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis sangat penting dikembangkan karena peserta didik dapat lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Oleh sebab itu dalam pembelajaran perlu digunakan suatu model pembelajaran yang sesuai agar proses pembelajaran menjadi aktif dan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Salah satu alternatif yang dipandang mampu meningkatkan pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan interaksi antar peserta didik adalah yaitu model Problem Based Learning (PBL). Model PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa (bersifat kontekstual) sehingga merangsang siswa untuk belajar (Ngalimun, 2017). Pendekatan PBL lebih efektif dari pada metode pengajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa. PBL juga bermanfaat dalam pengajaran di laboratorium karena mencakup berbagai kegiatan seperti kolaborasi, pemahaman dan analisis peristiwa, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi dan menganalisis dan membuat eksperimen. PBL memberikan kesempatan belajar yang bermakna bagi siswa yang aktif terlibat dalam pembelajaran mereka. Manfaat yang jelas untuk siswa dari penggunaan PBL yaitu peningkatan belajar mandiri, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan keterampilan komunikasi.


Penelitian yang relevan 

. Berkaitan dengan kondisi tersebut untuk menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan menyediakan pengalaman belajar kepada siswa sehingga siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, maka dapat digunakan model Problem Based Learning dengan soal terbuka (Open Ended). Alasan menggunakan model tersebut untuk diterapkan di kelas adalah sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa serta dengan tes soal terbuka tersebut dapat mengevaluasi kemampuan siswa dalam berpikir kreatif. Diharapkan dengan melakukan hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa

Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran dan proses pemecahan masalah yang mana siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya dan diharapkan dapat membangun keterampilan berpikir kreatif siswa sehingga tidak hanya mampu memecahkan masalah tetapi memperoleh pengetahuan baru. 2. Soal Terbuka (Open Ended) adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. 3. Berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir untuk mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang baru, dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang sudah dikuasai sebelumnya.

Problem Based Learning atau biasa disebut PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pembelajar tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut.

Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hal hasil belajar (outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu: (1) inkuiri ccd dan keterampilan melakukan pemecahan masalah, (2) belajar model peraturan orang dewasa, dan (3) keterampilan belajar mandiri. Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan belajar yang konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu: kasus-kasus behubungan, fleksibilitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.

1.    Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa/mahasiswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain.

2.    Feksibilitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan.

3.    Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam menyelidiki permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah yang mereka pecahkan.

4.    Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu siswa untuk mempresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.

5.    Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasikan, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena.

6.    Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi yang intesif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.

7.    Dukungan social dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat siswa termotivasi untuk memecahkannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakn bahwa PBL sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena: (1) akan terjadi pembelajaran bermakna, (2) siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan, (3) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Ngalimun,2017). 

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan (Sagala, 2013). Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Rusman, 2011).

Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto, 2007).